Minggu, 07 Januari 2018

Resume presentasi kel 3


Baik, kami dari kelompok 3 malam ini, bersama saya Dieni, mb @⁨Selly⁩ , dan mb @⁨Saprinawati AK⁩


Ayah bunda... Anak-anak hebat telah diamanahkan di tengah keluargamu..Mendidik mereka bukan hanya untuk menjadi generasi pintar dan modern.Namun untuk mempersiapkan mereka menjalankan misi spesifik hidupnya, dan membangun peradaban generasi berikutnya.*Dari dalam rumah*... With love,Persembahan Kelompok 3, demi orang tua yang mampu membersamai para calon ayah ibu nan bijak, pembangun peradaban yang sesungguhnya. 💝


👇🏻👇🏻👇🏻👇🏻 

Silakan disimak materi presentasi kami berikut ini (total 7 slides):











1. Latifah Adzkafari
Usia anak brp ya kira2 untuk mewacanakan kalo mereka adalah calon ortu? Anak saya 6,5 dn 4,5 kalo ngobrol besok jd apa,jawabnya jd ortu, yg perempuan nanti hamil, menyusui, masak dsbnya, yg laki2 jawab mau jd ayah nanti kerja, trlalu dini gak ya? Atau pembahasaannya yg tllu berat? 🙈😁

Jawaban
Sulung saya laki2 5,5 juga udah mengerti kok mbak.  Dia melihat ayahnya kerja, tetapi ibunya dirumah. Dulu saya sempat kerja, tetapi memutuskan berhenti untuk mengelola ranah domestik. Anak saya diberi pengertian kalau ibunya berhenti kerja karena mau nemenin anak2. Dan dia mengerti.

Tetapi ada contoh lain juga, dimaba temannya ayah ibu 2-2 kerja. Lali diberi pengertian lagi bukan hanya ayah yang bekerja, kadang2 ada ibunya yang harus bekerja juga.

Tambahan
Dieni
🙋🏻ikut menambahkan.
Waah kalo anak2 mb Latifah usia segitu sudah bisa menjawab nanti akan jadi ortu udh keren atuh mba 😄👍👍
Kalau ttg menumbuhkan fitrah seksualitas, saya kembalikan ke referensi dari FBE menurut tahapan usia 3-6, yg didekatkan dulu ke kedua orang tua, tau bedanya ayahnya sehari2 ngapain, ibu ngapain.. Lalu 7-10 baru yg lebih spesifik anak lelaki dg ayah, anak perempuan dg ibu, istilahnya sampai "mengidolakan ayah/ibunya" masing2

2. Arlisa- Berau
Stereotype kesuksesan masa kini contohnya apa,  dan apa pengaruhnya pada penyimpangan fitrah seksualitas? 

Mohon klarifikasi atas pemahaman yg sy dapat dr materinya adalah sbb:
Tantangan pendidikan fitrah seksualitas yg diangkat dalam materi adalah,  masih banyaknya orang tua yg gagap, yg membangun keluarga tanpa tujuan,  yg menjadikan capaian akademis sebagai indikator kesuksesan.  Bila ini tidak diperbaiki,  kedepannya, semakin banyak ortu gagap,  produk dari pengasuhan sebelumnya,  yg rawan thd serangan pemahaman negatif terkait seksualitas.. Efek terburuknya,  anak2 mereka rawan menjadi pelaku penyimpangan seksual,  maka utk menghindari hal ini,  pengasuhan harus memasukkan muatan pendidikan fitrah seksualitas sesuai tahapan usia? 

Apakah pemahaman sy di atas sdh tepat? 

Terimakasih atas respommya,  maaf panjang 🙈

Jawaban

Kalimat ttg pemahamannya sudah spt yg kami maksudkan mba 😀

Jadi begini;

Contoh stereotype yg sy mksd jaman skrg misalnya; yg mengarah pada gagap jadi orang tua:

- anak dianggap sukses itu yg berprestasi akademis saja, dapat masuk sekolah favorit, aktif berkegiatan padat di luar.
- anak tumbuh 'difasilitasi' ortu, ga perlu bantuin pekerjaan rumah "pokoknya kamu fokus belajar aja"
- akhirnya anak punya mindset target dia adlh lulus gemilang, dapat kerjaan keren. Sukses itu. Menikah dan punya anak dianggap otomatis sajalah kalo sudah waktunya ya dijalani (sekadarnya)
--> stlh punya anak, kemungkinan besar akan mengulangi lagi.

Apa negatifnya menurut saya?
Misalnya, anak2 perempuan tumbuh berpikir bahwa tak perlu persiapan mengatur rumah tangga. 
Menjadi generasi ortu serba instan.
Berpikir bahwa misal: anak tinggal dititip ke kakek nenek/baby sitter, memenej rumah bisa diserahkan ART, dst. 
Bersemangat merencanakan training & planning karier, tapi melupakan planning keluarga.

Contoh di mana fitrah seksualitas diabaikan yg bisa mengarah pada penyimpangan seks misalnya adlh pada situasi ketimpangan kehadiran sosok ayah/ibu. Misal sor anak tomboy, sebetulnya mnrt saya tidak serta merta langsung beresiko.

Namun.. jika dibiarkan tidak dikenalkan dengan peran kewanitaannya, yg kami pikir akan jadi potensi tantangan adalah:
- bisa merasa tidak butuh laki2
- menjadi anti pernikahan
- namun di saat yg sama, saya pikir fitrah cinta (butuh diperhatikan) dalam tiap diri seseorang tidak bisa begitu saja dimatikan. Maka _bisa jadi_ si gadis tomboy bisa memandang wanita lain yg _terlihat lebih lemah_ untuk jadi sosok untuk dilindungi. Dst..

Iya mbak betul.... bukan berarti akademis tidak penting... dijaman sekarang akademis juga memegang peranan penting. 

Tetapi seharusnya orangtua ikut membersamai dalam hal penanaman fitrah seksual, supaya kelak anak tidak lagi gagap menjadi orangtua

Tanggapan
Dian
saya ngerti maksud mba Lisa, awalnya membaca seneng banget. saat merunut baca slide, sempat berpikir dimana ya hubnya. ngulang2 akhirnya bisa menyambungkan 🙏  jd merasa sedikit muter.  Tp justru rute muter ini membuat saya terpana dan menyadari adanya hub pengenalan fitrah seksualitas  ini dengan gagap orangtua.  Bila kita tidak mengenalkan fitrahseksualitas dgn optimal makan akan menghasilkan anak2 yang gagap orangtua.  Begitu ya, mbak Selly dkk?

3. Arlisa-Berau
❤❤❤❤❤❤ ini jawabannya menjawab keresahan hati sy banget.  Krn memang masih menemukan keluarga dekat yg 'memfasilitasi'  anak hingga anakny jg sepertinya sdh terlihat abai pada pekerjaan rumah tangga,  apalagi memikirkan membangun keluarga.. 

Ada solusi bgmn menyadarkan ortu yg sudah terlanjur gagap,  dan anaknya pun sudah aqil baligh dan bekerja tp masih belum terlihat siap membangun keluarga?

Jawaban
Saya juga belum punya anak yang sudah aqilbaligh.... tetapi saya juga termasuk yang “gagap menjadi orangtua“ 

Jadi sekarang saya berusaha terus belajar,  salah satunya dengan mengikuti kuliah di IIP ini.

Menurut saya tidak ada kata terlambat, selama kita membersamai anak dan kita mau belajar, semoga anak kita bisa mengerti peran nya kelak ketika dewasa. 

Saya juga baru belajar peran sebagai ibu setelah dewasa, jadi tidak ada kata terlambat


Kalau jawaban jujur saya mba, kalau sudah usia bekerja, biarkan anak itu  learning by nyebur. 
🙈🙈
(Ngga kepikiran jawaban lain)


Mungkin sambil disisipkan saat ada kesempatan ngobrol santai dengan orang tuanya, agar pelan2 di"tega"kan saja. Misal biarkan si anak berlatih ambil keputusan sendiri, biarkan anak mengurus masalahnya sendiri, kurangi campur tangan. Kita sbg orang tua juga akan perlu belajar melepas kontrol kita atas anak2 kan ya? Imho.. 🙏

Baiiik..
Terimakasih banyaak atas sambutan dan diskusi meriahnya teman2 semua 😍😍😍
Semoga masing2 kita dapat mengambil remahan pembelajaran, inspirasi, dan semangat baru untuk hari2 ke depan.
Kalau ngga inget besok mesti bangun pagi bwt nyiapin sekolah bocah, saya masi pengen jabanin nerusin bahasan 🙈

Kami ijin undur diri dulu, 
Salam Ibu Profesional!
 With love,
Dieni-Selly-Saprina❤

Wassalaamualaikum wr wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar